Ponari & Potret Masyarakat kita
Belakangan ini masyarakat kita lagi gandrung dengan berita keberadaan ponari dan batu ajaibnya. Beberapa media televisi bahkan media inet turut menyebarluaskan berita ttgnya. Banyak sekali warga yang berduyun-duyun ingin merasakan khasiat batu ajaib tersebut. (dengan berbagai niat tentunya).
Di sebuah pemberitaan media televisi disebutkan bahwa penghasilan ponari dalam waktu kurang lebih dari 1 bulan sudah mencapai ratusan juta (penghasilan yang cukup fantastis untuk ukurang seorang bocah, kita aja yang kerja pontang panting gak nyampe segitu hehehe).
Namun dibalik kisahnya itu menyimpan duka. Bayangkan saja, saat ini masa kecilnya terenggut oleh egoisme (baca: keserakahan) manusia dewasa yang seharusnya membimbing ia (ponari kecil) membentuk pondasi dasar kehidupannya agar kelak saat ia besar ia akan menjalani kehidupannya dengan selamat (seperti yang diinginkan oleh Tuhannya yaitu "Tidaklah kuciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku" QS Adz-Dzariat: 59). Duka lainnya adalah minimnya benteng pertahanan aqidah masyarakat kita. (bagi mereka yang datang dengan keyakinan menggantungkan diri pada batu tersebut). Inilah potret masyarakat kita.
Disaat sebagian kecil orang ada yang sudah bingung menghabiskan uangnya sehingga kerjanya cuma clubbing saja setiap malam ataupun nungguin diskonan tengah malam di pusat perbelanjaan pusat kota. Bersamaan itu pula banyak masyarakat kita lebih rela mengantri berobat pada dukun cilik ponari dibandingkan berobat medis. Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat kita tentunya karena sudah pasti banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, dan inilah potret masyarakat kita. Hal ini bisa disebabkan karena
Di sebuah pemberitaan media televisi disebutkan bahwa penghasilan ponari dalam waktu kurang lebih dari 1 bulan sudah mencapai ratusan juta (penghasilan yang cukup fantastis untuk ukurang seorang bocah, kita aja yang kerja pontang panting gak nyampe segitu hehehe).
Namun dibalik kisahnya itu menyimpan duka. Bayangkan saja, saat ini masa kecilnya terenggut oleh egoisme (baca: keserakahan) manusia dewasa yang seharusnya membimbing ia (ponari kecil) membentuk pondasi dasar kehidupannya agar kelak saat ia besar ia akan menjalani kehidupannya dengan selamat (seperti yang diinginkan oleh Tuhannya yaitu "Tidaklah kuciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku" QS Adz-Dzariat: 59). Duka lainnya adalah minimnya benteng pertahanan aqidah masyarakat kita. (bagi mereka yang datang dengan keyakinan menggantungkan diri pada batu tersebut). Inilah potret masyarakat kita.
Disaat sebagian kecil orang ada yang sudah bingung menghabiskan uangnya sehingga kerjanya cuma clubbing saja setiap malam ataupun nungguin diskonan tengah malam di pusat perbelanjaan pusat kota. Bersamaan itu pula banyak masyarakat kita lebih rela mengantri berobat pada dukun cilik ponari dibandingkan berobat medis. Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat kita tentunya karena sudah pasti banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, dan inilah potret masyarakat kita. Hal ini bisa disebabkan karena
- Belum meratanya proses pendidikan dimasyarakat baik untuk ilmu dan pengetahuan disemua bidang (Agama, Sosial, Budaya, Politik, Kesehatan, Ekonomi, dll) atau dengan kata lain transfer knowledge nya bener-bener lemah deh.
- Belum tegaknya keadilan tuk semua lapisan masyarakat dibidang kesehatan. Bisa dilihat dari masih mahalnya biaya kesehatan, bahkan ada beberapa rumah sakit yang menerapkan biaya dibayar dimuka sebelum pasien dirawat (Parah ya).
- Kurang meratanya kesejahteraan dalam strata masyarakat kita. Coba deh perhatikan betapa jelasnya perbedaan antara kaya dan miskin (baik dari segi jumlah, status sosial, serta fasilitas yang didapatkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara).
- dll (analisa sendiri aja ya. hehehe)
Untuk ini aku setuju dengan pendapat Kak Seto, bahwa hak ponari sebagai anak harus ditegakkan. Tapi jangan lupa juga hak masyarakat yang lainnya juga harus diberikan. Hak apakah itu?
Hak akan ilmu dan pengetahuan tentang aqidah. Jangan sampai mereka yang datang ke sana termasuk dalam golongan orang-orang pelaku khurafat hanya karena mereka telah menggantungkan diri pada benda. Dalam hadist disebutkan bahwa "Barang siapa menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka dirinya dijadikan Allah bersandar pada benda itu." (HR Imam Ahmad, Turmuzi, dan Nasal).
Lalu siapakah yang bertanggung jawab untuk itu semua?
Tentu saja Aku, Kamu, dan orang-orang yang mempunyai visi mewujudkan hidup yang menghidupkan. Agar kita termasuk dalam golongan orang-orang beruntung.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS Al - 'Ashr : 1 - 3)
Hak akan ilmu dan pengetahuan tentang aqidah. Jangan sampai mereka yang datang ke sana termasuk dalam golongan orang-orang pelaku khurafat hanya karena mereka telah menggantungkan diri pada benda. Dalam hadist disebutkan bahwa "Barang siapa menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka dirinya dijadikan Allah bersandar pada benda itu." (HR Imam Ahmad, Turmuzi, dan Nasal).
Lalu siapakah yang bertanggung jawab untuk itu semua?
Tentu saja Aku, Kamu, dan orang-orang yang mempunyai visi mewujudkan hidup yang menghidupkan. Agar kita termasuk dalam golongan orang-orang beruntung.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS Al - 'Ashr : 1 - 3)
Labels: Negaraku
0 Comments:
Post a Comment
<< Home