Tuesday, July 28, 2009

Bekalan Guru...

Siang itu (ahad 26/07/09), aku harus memenuhi janji ku menjadi pembicara (duh berat banget pemilihan katanya :D) Ya sudah, supaya tidak terkesan berat maka aku ganti aja menjadi fasilitator sharing experience dengan tim pengajar yang lain dalam mengajar anak2 usia dini. Entah mengapa aku yang terpilih (rada GR dikit :P). Katanya aku punya pengalaman di ranah tersebut (duh kayaknya biasa aja deh, nothing special). karena pengalamanku masih kalah jauh jika harus dibandingkan dengan teman2 ku yang seprofesi namun profesional alias guru TK senior... (Meskipun statusku guru, namun aku hanyalah guru PAUD dekat rumah yg bertugas seminggu sekali di hari sabtu) jadi tentu tak bisa disamakan dengan mereka yang sudah malang melintang di dunia per-TK-an selama belasan tahun...


Namun demikian, aku sangat appreciate sekali saat diberikan kesempatan ini. Hitung-hitung berbagi ilmu yang bermanfaat. Karena menurut hematku, jika kita mampu menularkan kebaikan dalam mengajar anak usia dini, maka insyaAllah kualitas anak yang dihasilkan adalah anak yang memiliki kualitas baik (dilihat dari segala aspek kecerdasan tentunya), dan akan berdampak pada bangsa ini dimasa yang akan datang saat mereka besar. Ya minimal tidak akan ada lagi korupsi seperti saat ini disaat mereka besar nantinya. Resmilah hari itu aku menjadi pembicara (ups koreksi deh, fasilitator bukan pembicara :D).


Dalam kesempatan ini aku tak ingin membuat moment yang ada terkesan kaku ataupun seperti kelas bisu, aku ingin ia hidup sehingga messege yang ingin disampaikan mampu terterima dengan baik oleh mereka. dan untuk itu lah aku mensetting acaranya berpola sharing experience ala aku tentunya... serius tapi santai dan berisi...

Berikut ini adalah point-point yang kami diskusikan bersama:

  1. Mengajar adalah sebuah kecintaan dan bukan beban. Menurut saya, point ini adalah hal mendasar yang harus dimiliki oleh setiap guru dan orang tua. Mengapa demikian? Karena terkadang kita (guru/orang tua) sering menjadi kaku dan kurang kreatif bahkan cenderung monoton dalam mengajar karena kita menganggap mengajar adalah tugas menyelesaikan kurikulum selama 1 tahun atau dengan kata lain kita menganggap ia sebagai beban penyelesaian kurikulum yang ada. Dan untuk itulah kita memerlukan sebuah perubah yang mempu membuat kita (guru dan orang tua) menjadi guru/orang tua yang dicintai anak2. Dan kunci itu semua adalah kecintaan (rasa cinta/ketulusan) akan apa yg kita kerjakan dalam hal ini adalah mengajar.
  2. Pandanglan mereka dalam posisi anak-anak yang sesungguhnya dan bukan sebagai orang dewasa dalam wujud anak-anak. Terkadang kita sering menuntut murid2/anak2 kita melebihi nalar yang bisa mereka berikan. sebagai contoh kita menuntut mereka faham peraturan dan menjalankannya dengan tepat tanpa cacat, padahal konsep peraturan saja belum pernah kita ajarkan padanya (kalaupun sudah hanya sedikit dan abstrak sehingga mereka tak paham dengan yg kita maksudkan). Hal inilah yang sering membuat guru/orang tua prustasi (baca marah-marah) dalam menghadapi keluarbiasaan sikap2x anak/murid yang sebenarnya masih tergolong wajar atau dikenal dengan istilah nakal dikalangan umum (contoh sesekali berlari2an saat belajar). Namun karena kita beranggapan seharusnya mereka memahami aturan yang ada maka kita berbuat semena-mena (marah2/prustasi). Padahal belum tentu juga pemahaman kita selama ini tentang makna belajar itu benar, mungkin yang tertanam dibenak kita selama ini adalah belajar = diam, dengerin guru, ngerjain soal, dan duduk manis. Dan ketika kita melihat murid2x/anak2 berbuat beda kita langsung prustasi dan berkelakuan uncontrol terhadap mereka. Padahal mereka itu ibarat kertas putih, dan tugas kitalah membantu mereka dalam mengenali kehidupan ini agar mereka selamat mengarungi setiap masa (anak2, remaja, & dewasa) dalam kehidupannya. Untuk memahami point ini kita harus faham ttg fitrah setiap anak-anak yang senang akan bermain psikologi perkembangan anak dan hal-hal yang mampu mendukungnya.
  3. Hargai setiap yang mereka kerjakan dan buat mereka percaya bahwa kita benar-benar menghargai pilihan mereka. Terkadang guru/orang tua gampang sekali mengatakan penilaian yang menjatuhkan harga diri, contoh warna nya kok jelek banget atau pilihan warnamu salah seharusnya yang ini bukan yang itu, atau seharusnya bentuk rumah itu seperti ini bukan gitu, etc... Kata cacian tsb memang ringan tapi sebenarnya ia mampu merobek harga diri dan mengoyak rasa percaya diri si anak sehingga menjadi seorang yang kurang PD dan takut tuk menentukan pilihan yang sesuai rasa mereka (baca: kurang mampu mengekpresikan diri).Pujian yang bijak disaat yang tepat adalah penawar yang cukup ampuh tuk penyakit tersebut.
  4. Jadilah guru kreatif dalam setiap kesempatan. Menjadi guru kreatif diawali dengan mencintai pekerjaan yg kita lakukan dan berpikir out of box. Jangan menyerah dengan keadaan yang ada dan terus berkaryalah tuk pembelajaran yang senantiasa menyenangkan anak-anak. Dengan bekal ini pula kita akan menjadi lebih sabar dalam menghadapi tingkah laku anak-anak yang selalu tak terduga disetiap kesempatan belajar.
  5. Jangan pernah lupa tuk MenDoakan mereka agar mereka diberikan kemudahan dalam menerima pelajaran yg kita ajarkan. Saya mempunyai pengalaman tersendiri dengan poin ini. dan begitu membekas sehingga saya tidak lupa tuk selalu memberitahukan pada orang lain betapa penting doa dalam setiap pembelajaran. Suatu waktu dimasa lampau saya diberi tugas mengajar privat 3 orang anak laki-laki kembar usia TK. Tugasnya simple "mengajarkan mereka membaca dan menulis" namun entah mengapa sudah banyak guru yang masuk dan keluar dari rumah mereka (baca tidak ada yg cocok). HIngga tibalah giliran saya tuk mengajar mereka. Awalnya saya juga dianggap tak kan lama, namun Alhamdulillah ternyata saya sempat bertahan sampai mereka duduk dikelas 2 SD. Dan kunci semua itu adalah doa (berdoa agar Allah memberikan kemudahan bagi mereka dalam menerima pelajaran). Pernah suatu hari saya lupa tuk mendoakan mereka saat mau belajar, dan hasilnya hari itu tak ada satupun pelajaran yang mau mereka selesaikan. Sejak saat itu saya percaya hati yang berbicara maka hati pula yang akan menerimanya...
itulah sedikit pengalaman saya menjadi fasilitator. tentu point diatas di diskusikan secara lebih panjang dan luas lagi... moga bisa bermanfaat buat yang membaca dan yg mendiskusikannya kemarin... amin

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home