Monday, March 03, 2008

Compassion


Sore itu udara begitu dingin, cuaca memang agak kurang bersahabat akhir-akhir ini. Hujan yang turun tanpa pertanda yang jelas, terkadang melenakan seluruh penghuni kota tua yang berusia 478th. Kota yang dahulu dibebaskan oleh Fatahilah dari cengkraman penjajah belanda. Sesosok gadis berjilbab hijau muda berhiaskan motif bunga daysi di ujungnya berjalan menuju pemberhentian bus dijalan bangka. Runi nama gadis itu. Wajahnya terlihat lelah, maklumlah sudah seharian ini ia berjibaku dengan buku-buku kuliahnya. Belum lagi urusan bisnis niaganya dan organisasi kemahasiswaan yang harus ia tangani benar-benar memeras energinya hari ini.

Menanti Metromini 77 yang berjalan selambat keong memang mengajarkan kesabaran yang dalam pada diri setiap penumpang setianya (buat yang mau mengambil hikmah). Setelah cukup lama menanti, akhirnya sang metro pun tiba dihadapan. Sebagai salah satu penumpang setia metro 77 (maklum Cuma bis ini penghubung banka dgn dunia luar, selain taksi tentunya ataupun bajai dan ojek motor :-D) Ia pun melangkahkan kakinya menuju metro dihadapannya. “Bismillahirohmanirroham” bisiknya dalam hati. Matanya mulai bermain, mencari tempat duduk yang masih tersisa untuk di nikmati. “Alhamdulillah masih ada 1 tersisa, sebelah kiri nomor 2 dari belakang” gumamnya dalam hati. Ia pun segera menuju bangku yang sepertinya telah bersiap-siap menopang tubuh lelahnya.

Metro 77 masih selambat keong ketika ada sesosok pengamen cilik ikut menaikinya. Bukan Jakarta namanya jika tidak ada pengamen. “assalamu’alaikum bapak-bapak, itbu-ibu, saya disini ingin menghibur bapak & ibu sekalian, kalo tadi artis jalanan yang sudah menghibur, sekarang giliran pengamen jalanan yang menghibur bapak-bapak ibut-ibu sekalian” preambule nya dengan suara serak yang cukup khas. Tak berapa lama berselang ia pun sudah mulai menyanyikan lagu dihadapan para penumpang setia 77.

Gerimis mulai menyirami Jakarta, sayup-sayup suaranya mulai menandingi suara sang pengamen (baca artis) cilik. Namun si artis cilik ini masih tetap bernyanyi seakan-akan ia telah berkolaborasi dengan suara deru mobil dan gerimis yang berdentang diantara atap metro dan kacanya (alias gak terdengar jelas). Respon dari penumpang setia 77 pun berbeda-beda, ada yang acuh tak acuh, sedikit memperhatikan kemudian kembali sibuk dengan aktivitas sebelumnya (tidur/baca Koran), atau mungkin memang memperhatikan sang artis. Begitu pun dengan Runi, gadis berjilbab hijau ini.

Sejak tadi ia sibuk memperhatikan si artis cilik ini. Saat sang artis mulai memasuki panggung metro 77 (wilayah yang tepat berada didekat pintu depan bersandar pada kursi sebelah kanan no.2 dari depan). Ada perasaan iba dalam hati Runi. Tersembul keluar membuncah dalam bayang-bayang iba penuh kepiluan. Mengapa usia sekecil ini sudah harus berjibaku dengan kerasnya ibukota? Kemanakan orang tuanya? Kemanakah pemerintah di negeri ini yang seharusnya bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyatnya. Rakyat yang sudah bersumbangih dalam bentuk pajak-pajak (PPh 21, PPh25, PPh final, PPN 10%, ataupun segudang pajak lainnya –baik yang legal ataupun yang illegal–). Tak habis pikir memang jika harus mengoreksi ulang kinerja pemerintahan dinegeri ini. Penuh dengan “bug” (baca cacat). Ketika penyakit wanh* telah menguasai setiap aliran darah manusia tamak, beginilah akhirnya. Seperti cuaca saat ini, dingin berselimut awan kelam hitam, tak bersahabat.

1 (satu) lagu telah diselesaikan oleh sang artis. Tibalah masa baginya untuk bersiap-siap mengucapkan kata-kata penutup disertai dengan pengedaran kencleng plastic ****** (maaf di sensor khawatir iklan soalnya :-P) yang ia gengam sejak tadi. “seratus-dua ratus mungkin tidak berarti apa-apa bagi bapak dan ibu, tapi berarti buat kami. Ikhlas dari anda halal buat kami” katanya bijak. Entahlah siapa yang telah mengajarinya untuk berkata-kata seperti itu. Dari bangku depan ia mulai menggulirkan kenclengnya. Ada yang memberikan receh, dan ada pula yang memberikan lambaian tangan pertanda “maaf ya kali ini saya tidak bisa memberikan sesuatu untuk anda”. Si artis pun membalas dengan senyuman terkulum sebagai respon pada penumpang-penumpang setia 77 tsb. Terus ia berjalan dari bangku satu ke bangku selanjutnya hingga tiba di bangku Runi, gadis berjilbab hijau muda. Runi yang sejak tadi memperhatikan sang artis tertegun sesaat. Ia berpikir keras “sekiranya ia harus memberikan uang ribuan terakhir yang ia miliki saat ini pada sang artis, maka esok hari ia tak akan ada uang untuk beraktivitas ataupun memberi makanan (maklum anak kos)”. Namun jika ia tidak memberikan kepada sang artis, maka ia terlanjur kasihan dan ada rasa sedih dan bersalah padanya. Ada perseteruan batin dalam dirinya yang harus ia menangkan salah satunya. Pergulatan hebat antara Giving & Collecting.

“having is giving not collecting” serunya dalam hati. “bismillah pasti Allah akan memberikan kebaikan yang berlipat ganda kepada hambanya yang ikhlas”** menenangkan hatinya. Ia mulai merogoh lembaran terakhir yang masih tersisa disakunya. Lembaran yang dalam kalkulasi matematikanya digunakan untuk esok. Untuk menyambung kehidupannya sampai lusa saat ia mendapatkan keuntungan niaganya. Senyum merekah menghiasai wajah Runi diiringi gerak tangan kanannya yang berusaha mendekati kencleng plastic milik sang artis menjadi penguat akan keputusan yang tlah diambilnya. Sebuah keputusan untuk memberi apa yang ia miliki disertai dengan perasaan berhusnuzon pada Allah***. Ada kebahagiaan tersendiri saat ia bisa mengalahkan nafsu tamaknya dengan keinginan untuk berbagi. Sebuah rasa yang indah, seperti kupu-kupu yang berkelana menyusuri setiap kuntum bunga dan terlena dengan keharumannya.

Azan Maghrib berkumandang saat ia sampai dikamar kos terindahnya. Maklum buat anak kos kamar adalah tempat terindah yang dimiliki, karena disinilah tempat ia melepas penat dan lelah yang telah melingkupi tubuhnya seharian. Ia pun segera menunaikan kewajiban pada Tuhannya.

Selepas maghrib, terdengar sayup-sayup suara pintu kamar diketuk. Dilanjutkan dengan salam penghormatan penghuni surga****. “Assalamu’alaikum” suara wanita dari balik pintu, lembut terdengar. “wa’alaikumsalam” jawab Runi sambil beranjak ke arah pintu dan berusaha membukakan pintu kamarnya. Sepertinya suara itu tidak asing lagi baginya. Benar saja, ia adalah rika teman lamanya di SMA. “masuk rik” pintanya ramah. Sekejap mereka sudah asik dalam perbincangan hangat antara dua orang sahabat yang telah lama dipisahkan waktu.

Rika & Runi adalah dua orang sahabat dimasa SMA. Selepas SMA mereka sempat berbisnis bersama beberapa bulan. Hingga kemudian Rika harus pindah mengikuti orangtuanya ke luar daerah. Sehingga menyebabkan bisnis keduanya vacuum. Dan kini kebetulan ia sedang ada urusan di Jakarta sehingga ia pun sengaja menyempatkan diri untuk bertemu sahabat lamanya. Melepaskan rasa rindu akan sahabat SMAnya ini.

Malam itu akhirnya Rika pun menginap di kosan Runi. Perasaan Runi sempat kebat-kebit sebenarnya saat tahu akan hal tersebut. Pasalnya uang terakhir yang ia miliki telah ia berikan pada artis cilik tadi sehingga ia tidak bisa men-service tamunya dengan baik*****. Dan ini berarti ia hanya mampu menjamu seadanya. Padahal makanan yang tersedia hanya cukup untuk ia seorang. Malam itu Runi harus merelakan menahan lapar dan memberikan jatah makanan yang ia miliki untuk Rika sahabatnya. Ia hanya berpikir tentu Allah akan mengganti dengan yang lebih baik lagi. Dan berharap Allah akan meridhai apa yang ia lakukan untuk sahabat yang ia cintai karena Allah******.


Malam tlah berlalu berganti pagi nan indah, merekah diantara kemilau kuning yang tersenyum pada dunia. Kedua sahabat ini tlah rapi dan bersiap-siap beraktivitas. Rika sudah bersiap-siap untuk pamit saat ia teringat sesuatu.
“Runi” panggilnya.
Runi yang sedang merapihkan jilbabnya menoleh ke arah Rika sambil tersenyum.
“apakah kamu masih ingat, dengan bisnis yang pernah kita jalani bersama?” Tanya Rika antusias.
“Iya, rik, memang kenapa?” balas Runi penuh tanya.
“Runi, ini bagian kamu, bagi hasilnya” seru Rika penuh senyum, sambil mengeluarkan uang senilai Rp.150.000,-
“maaf aku baru sempat menyerahkannya sekarang” lanjutnya.
Kemudian ia menyerahkan uang tersebut pada Runi. Runi hanya terdiam, terpana, dan tak mampu berkata apa-apa. Ia tak menyangka akan hal ini sebelumnya. Sebenarnya ia tlah lupa apakah bisnis itu memiliki bagi hasil atau tidak. Namun ia sungguh bersyukur pada Rabbnya yang telah memberikan Rizki yang tak ia sangka-sangka sebelumnya. “Alhamdulillah” bisiknya dalam hati penuh syukur*******.
Pagi itu terasa indah… seindah hati Runi yang merekah dalam damai akan Ridha Tuhannya …


This story is taken from true story with fictitious name
Thanks for my sweetie sister who has share with me about your life experience. its inspire me to complete this short story. I just wanna share with everyone about compassion. Luv U coz Allah.
Thanks to dr. Arief who inspire me too, with your training kits about the miracle of giving.
ES 010308



* Wahn adalah perasaan yang terlalu cinta dunia dan takut mati.

** “Barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Hasyr : 9)

*** Allah berdasarkan prasangka hambanya. Seperti hadist berikut ini : Barang siapa yang mengambil harta orangain dengan maksud akan mengembalikannya, maka Allah pasti akan menyampaikan maksudnya itu. Dan jika ia mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Allah akan merusaknya (HR. Bukhari)

**** “Ketika Allah Ta’ala menciptakan Adam AS, Allah berfirman kepadanya, “Pergilah dan ucapkan salam kepada malaikat yang sedang duduk itu dan dengarlah jawaban mereka kepadamu, karena sesungguhnya, jawaban itu merupakan pernghormatan bagimu dan penghormatan bagi anak cucumu”. Maka Nabi Adam AS mengucapkan “Assalamu’alaikum”, mereka menjawab : “Assalamu’alaikum warahmatullah”. Mereka memberi tambahan warahmatullah (HR Bukhori & Muslim)

*****Dari Abu Hurairah RA dari Nabi, beliau bersabda : “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklan ia menyambung tali persaudaraan. Dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam. (HR. Bukhari & Muslim)

******Allah tidak menerima amal, kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas karena Dia semata, dan dimaksudkan untuk mencari ridho-Nya (HR. Ibnu Majah)


*******Barangsiapa berbuat kebaikan walaupun seberat dzarrah pasti akan memperoleh balasannya dan barangsiapa berbuat keburukan walau seberat dzarrah, akan memperoleh balasannya. (Q.S. Al Zalzalah (99) : 7-8)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home