When u loose what u wanted
Kata-kata ini ku comot dari lagunya beyonce yang kudengar pada pagi hari menuju kantor di angkot biru telur asin jurusan kebayoran lama - ciputat beberapa pekan lalu. Tadinya aku mengira ini lagunya rihana karena suaranya tuh bener-bener mirip dgn si penembang lagu umbrela, tapi pas penyiarnya cuap-cuap diakhir lagu ternyata aku jadi tau klo nih tembang dinyanyiin oleh beyonce. Pas denger nih lagu, tiba-tiba inspirasiku tuk membuat tulisan ttg ini begitu menggelora. Alhamdulillah akhirnya kesampaian juga meskipun harus telat beberapa pekan.
Kehilangan adalah suatu yang lumrah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Tak ada yang tak pernah tidak kehilangan sesuatu pun, entah apapun jenis kehilangan itu namun semua orang pastilah pernah merasakannya. Karena hukum awalnya (baca sunatullah) setiap dimuka bumi ini diciptakan berpasang-pasangan contoh ada siang dan ada malam. Begitupun dengan ada yang "datang" dan ada yang "pergi" (entah apapun bentuknya).
Temen saya pernah berkata "kita itu akan diuji dengan sesuatu yang kita cintai (entah apapun bentuknya itu)" Contoh: seandainya saja kamu mencintai (baca menyukai) benda (sebut saja Laptop) kamu pasti akan diuji dengan itu. Bisa saja laptop itu tiba-tiba hilang (dicuri/dirampok), padahal pada saat itu kamu lagi bener-bener suka padanya. Nah disitulah saat-saat kamu diuji dengan sesuatu yang kamu sukai. jelasnya padaku.
Saya setuju dengan perkataannya. Bagimana dengan kalian? (silakan jawab sendiri ya). Sebenarnya bukan point itu yang jadi fokus utama dalam tulisan saya x ini. Namun lebih difokuskan pada bagaimana kita mampu mengelola keadaan itu (jika terjadi pada kita). Karena setiap orang pasti pernah merasakan kehilangan. Bahkan Rasulullah juga pernah merasakannya. Kalian tentu masih ingat ketika Rasulullah kehilangan orang yang paling dicintainya (istri beliau - Khodijah ra) yang kemudian disusul dengan kepergihan paman (Abu Tholib) yang selama ini mendukung perjuangan beliau. Sebagai seorang manusia tentu beliau pun merasa kehilangan. Dan itulah mengapa Allah kemudian menghibur beliau dengan mengajak beliau melakukan perjalan malam yang sering kita kenal dengan istilah isro mi'roj.
Pada dasarnya kehilangan adalah bagian dari sebuah ujian yang Allah berikan kepada manusia. Dan rasulullah pernah mengajarkan bagaimana cara mengantisipasi agar kita tidak larut dalam kedukaan itu. Dalam hadist beliau pernah bersabda “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 7425).
Dari hadist beliau dapat diambil kesimpulan bahwa kunci persoalan kehilangan adalah pada kesabaran. Sabar yang seperti apa ya? dan bagaimana membentuk kepribadian sabar itu? akan menjadi pertanyaan selanjutnya dari kata kunci hadist diatas.
Tentu yang dimaksud dengan sabar disini adalah sebenar-benarnya sabar seperti yang Allah firmankan dalam QS Al Ma'arij ayat 5 "Maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang baik". Ada sebuah kisah menarik tentang kesabaran, Mungkin kalian sudah pernah membaca kisah kesabaran Ummu Sulaim (istri Abu Tholhah) saat ia kehilangan putra tercintanya. Jika belum mungkin ada baiknya saya mereview sedikit guna membuka wacana kesabaran yang saya maksud.
Suatu ketika anak ummu Sulaim sakit keras, disaat yang bersamaan suami beliau (abu Tholhah) harus pergi berniaga. Sebagai seorang ibu beliau pun merawat putranya dengan penuh kasih sayang dan berharap kesembuhan putranya. Namun Allah berkehandak lain, dalam perawatannya ternyata Allah lebih berkenan menjemputnya. Kalian tahu apa kelanjutan kisah ini bukan?
hmm masih ada yang lupa ya. Baiklah kalau begitu saya lanjutkan kembali kisahnya.
Tapi mungkin diantara kalian tentu ada yang bertanya-tanya bukan, bertanya bagaimana perasaan ummu sulaim kala itu? Perasaan kehilangan atas sesuatu yang ia inginkan (When She loose what she want it).
Sebagai seorang ibu, tentu ia bersedih atas peristiwa kehilangan putranya. Namun sebagai seorang manusia tentu ia juga harus menerima taqdir yang Allah tentukan atasnya.
Malam pun tiba, malam dimana abu Tholhah pulang dari perniagaan. Malam itu, ummu Sulaim menjamu suaminya dengan baik (wajah ceria, tanpa memperlihatkan kedukaan yang mendalam -meskipun hati kecilnya terluka-). Ia faham bahwasanya sang suami sedang cape sepulang dari perniagaan (perjalanan jauh). Maka iapun urung niat tuk mengatakan apa yang terjadi dengan putra mereka.
Menurut saya, keputusan yang diambil oleh ummu sulaim sangatlah bijak. Mengapa? Karena jika diukur dari sudut pandang psikologis hal ini akan membawa dampak penerimaan yang cukup baik oleh abu tholhah (jika diberitahu dalam keadan tenang). Namun jika malam itu ummu sulaim benar-benar memaksakan diri menceritakan apa yang terjadi , allh-alih mendapatkan dukungan (empati) dari abu tholhah, yang ada mungkin hanya amarah karena kondisi psikologis abu tholhah yang sedang tidak fit.
lanjut lagi ceritanya...
Lalu abu Tholhah pun berkata "bagaimana keadaan putra kita wahai istriku"
Ummu Sulaim pun menjawab "putra kita dalam keadaan yang paling baik"
Malam pun beranjak pergi, berganti dengan pagi yang menjelang. Ummu Sulaim sedang asik menikmati pagi bersama suaminya (berdua saja). Hingga percakapan itu pun dimulai...
"bagaimana pendapatmu tentang barang yang kita pinjam" tanya ummu sulaim
"itu bukan hak kita" jawab abu tholhah
"Bagaimana jika orang yang mempunyai barang tersebut meminta barang yang kita pinjam itu" lanjut ummu sulaim
"harus dikembalikan pada pemiliknya" jawab abu tholhah lugas
"begitupun dengan putra kita wahai abu tholhah, Allah sang pemilik telah memintanya kembali kepada Nya" Berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan putra mereka dan apa yang dimaksud dengan keadaan yang paling baik yang ia ungkapkan malam tadi.
kelanjutannya pasti sudah pada tahu kan. Kalau belum tahu silakan kalian mencari buku bacaannya (boleh via google ataupun hardcopynya).
Kisah diatas memperlihatkan kepada kita apa yang harus dilakukan saat kejadian kehilangan itu menimpa kita. (When u loose what u want it)
1. Menerima takdir Allah (ikhlas)
Ikhlas disini bisa dirasakan dengan hati kalian yaitu saat hati kalian benar-benar lapang dan menerima semuanya tanpa merasa ada beban berat yang mencengkram diri.
2. Bersabar atas takdirNya (Adversity Quotien yang tinggi)
Bersabar dengan sebaik-baiknya kesabaran yaitu kalian tidak merasa putus asa dengan kejadian tersebut, tetapi kalian tetap tegar dalam menjalaninya tanpa berkeluh kesah.
3. Berpikir positif akan ada kebaikan dibalik ujian kehilangan ini.
Berpikir positif bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, maka jika Allah mengambilnya tentu Allah akan memberikannya kembali dengan yang lebih baik lagi.
4. silakan pikirkan sendiri ya... (kalian pasti bisa)
Kehilangan adalah suatu yang lumrah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Tak ada yang tak pernah tidak kehilangan sesuatu pun, entah apapun jenis kehilangan itu namun semua orang pastilah pernah merasakannya. Karena hukum awalnya (baca sunatullah) setiap dimuka bumi ini diciptakan berpasang-pasangan contoh ada siang dan ada malam. Begitupun dengan ada yang "datang" dan ada yang "pergi" (entah apapun bentuknya).
Temen saya pernah berkata "kita itu akan diuji dengan sesuatu yang kita cintai (entah apapun bentuknya itu)" Contoh: seandainya saja kamu mencintai (baca menyukai) benda (sebut saja Laptop) kamu pasti akan diuji dengan itu. Bisa saja laptop itu tiba-tiba hilang (dicuri/dirampok), padahal pada saat itu kamu lagi bener-bener suka padanya. Nah disitulah saat-saat kamu diuji dengan sesuatu yang kamu sukai. jelasnya padaku.
Saya setuju dengan perkataannya. Bagimana dengan kalian? (silakan jawab sendiri ya). Sebenarnya bukan point itu yang jadi fokus utama dalam tulisan saya x ini. Namun lebih difokuskan pada bagaimana kita mampu mengelola keadaan itu (jika terjadi pada kita). Karena setiap orang pasti pernah merasakan kehilangan. Bahkan Rasulullah juga pernah merasakannya. Kalian tentu masih ingat ketika Rasulullah kehilangan orang yang paling dicintainya (istri beliau - Khodijah ra) yang kemudian disusul dengan kepergihan paman (Abu Tholib) yang selama ini mendukung perjuangan beliau. Sebagai seorang manusia tentu beliau pun merasa kehilangan. Dan itulah mengapa Allah kemudian menghibur beliau dengan mengajak beliau melakukan perjalan malam yang sering kita kenal dengan istilah isro mi'roj.
Pada dasarnya kehilangan adalah bagian dari sebuah ujian yang Allah berikan kepada manusia. Dan rasulullah pernah mengajarkan bagaimana cara mengantisipasi agar kita tidak larut dalam kedukaan itu. Dalam hadist beliau pernah bersabda “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 7425).
Dari hadist beliau dapat diambil kesimpulan bahwa kunci persoalan kehilangan adalah pada kesabaran. Sabar yang seperti apa ya? dan bagaimana membentuk kepribadian sabar itu? akan menjadi pertanyaan selanjutnya dari kata kunci hadist diatas.
Tentu yang dimaksud dengan sabar disini adalah sebenar-benarnya sabar seperti yang Allah firmankan dalam QS Al Ma'arij ayat 5 "Maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang baik". Ada sebuah kisah menarik tentang kesabaran, Mungkin kalian sudah pernah membaca kisah kesabaran Ummu Sulaim (istri Abu Tholhah) saat ia kehilangan putra tercintanya. Jika belum mungkin ada baiknya saya mereview sedikit guna membuka wacana kesabaran yang saya maksud.
Suatu ketika anak ummu Sulaim sakit keras, disaat yang bersamaan suami beliau (abu Tholhah) harus pergi berniaga. Sebagai seorang ibu beliau pun merawat putranya dengan penuh kasih sayang dan berharap kesembuhan putranya. Namun Allah berkehandak lain, dalam perawatannya ternyata Allah lebih berkenan menjemputnya. Kalian tahu apa kelanjutan kisah ini bukan?
hmm masih ada yang lupa ya. Baiklah kalau begitu saya lanjutkan kembali kisahnya.
Tapi mungkin diantara kalian tentu ada yang bertanya-tanya bukan, bertanya bagaimana perasaan ummu sulaim kala itu? Perasaan kehilangan atas sesuatu yang ia inginkan (When She loose what she want it).
Sebagai seorang ibu, tentu ia bersedih atas peristiwa kehilangan putranya. Namun sebagai seorang manusia tentu ia juga harus menerima taqdir yang Allah tentukan atasnya.
Malam pun tiba, malam dimana abu Tholhah pulang dari perniagaan. Malam itu, ummu Sulaim menjamu suaminya dengan baik (wajah ceria, tanpa memperlihatkan kedukaan yang mendalam -meskipun hati kecilnya terluka-). Ia faham bahwasanya sang suami sedang cape sepulang dari perniagaan (perjalanan jauh). Maka iapun urung niat tuk mengatakan apa yang terjadi dengan putra mereka.
Menurut saya, keputusan yang diambil oleh ummu sulaim sangatlah bijak. Mengapa? Karena jika diukur dari sudut pandang psikologis hal ini akan membawa dampak penerimaan yang cukup baik oleh abu tholhah (jika diberitahu dalam keadan tenang). Namun jika malam itu ummu sulaim benar-benar memaksakan diri menceritakan apa yang terjadi , allh-alih mendapatkan dukungan (empati) dari abu tholhah, yang ada mungkin hanya amarah karena kondisi psikologis abu tholhah yang sedang tidak fit.
lanjut lagi ceritanya...
Lalu abu Tholhah pun berkata "bagaimana keadaan putra kita wahai istriku"
Ummu Sulaim pun menjawab "putra kita dalam keadaan yang paling baik"
Malam pun beranjak pergi, berganti dengan pagi yang menjelang. Ummu Sulaim sedang asik menikmati pagi bersama suaminya (berdua saja). Hingga percakapan itu pun dimulai...
"bagaimana pendapatmu tentang barang yang kita pinjam" tanya ummu sulaim
"itu bukan hak kita" jawab abu tholhah
"Bagaimana jika orang yang mempunyai barang tersebut meminta barang yang kita pinjam itu" lanjut ummu sulaim
"harus dikembalikan pada pemiliknya" jawab abu tholhah lugas
"begitupun dengan putra kita wahai abu tholhah, Allah sang pemilik telah memintanya kembali kepada Nya" Berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan putra mereka dan apa yang dimaksud dengan keadaan yang paling baik yang ia ungkapkan malam tadi.
kelanjutannya pasti sudah pada tahu kan. Kalau belum tahu silakan kalian mencari buku bacaannya (boleh via google ataupun hardcopynya).
Kisah diatas memperlihatkan kepada kita apa yang harus dilakukan saat kejadian kehilangan itu menimpa kita. (When u loose what u want it)
1. Menerima takdir Allah (ikhlas)
Ikhlas disini bisa dirasakan dengan hati kalian yaitu saat hati kalian benar-benar lapang dan menerima semuanya tanpa merasa ada beban berat yang mencengkram diri.
2. Bersabar atas takdirNya (Adversity Quotien yang tinggi)
Bersabar dengan sebaik-baiknya kesabaran yaitu kalian tidak merasa putus asa dengan kejadian tersebut, tetapi kalian tetap tegar dalam menjalaninya tanpa berkeluh kesah.
3. Berpikir positif akan ada kebaikan dibalik ujian kehilangan ini.
Berpikir positif bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, maka jika Allah mengambilnya tentu Allah akan memberikannya kembali dengan yang lebih baik lagi.
4. silakan pikirkan sendiri ya... (kalian pasti bisa)
Labels: Artikel
3 Comments:
wah pas banget negh mbak....jazakillah khairan jaza, memang kita harus yakin bila sesuatu yang kita cintai bila hilang sesungguhnya itu ujian dari Allah dan Allah pasti akan mengantinya denga yang jauh lebih baik. aminnn -2na-
...what u want it, or what u wanted... ?
Baiklah jika seperti itu adanya... maka akan aku perbaiki, maklum aja bu english ku kan english2an :P
btw thansks
Post a Comment
<< Home